[Eksklusif] Investigasi: Dugaan Mafia Tanah di Balik Tambang Batubara di Barito Selatan


Bab 1: Perusahaan Besar, Izin yang Terancam


PT Multi Tambangjaya Utama (PT MUTU), salah satu pemegang konsesi batubara terbesar di Kalimantan Tengah, kini menjadi sorotan. Izin PKP2B perusahaan ini diduga berpotensi dicabut akibat rangkaian pelanggaran administratif dan keterlibatan dalam pusaran mafia tanah. 


Laporan investigasi terbaru dari Info X Jurnalisme Data mengungkap bahwa aktivitas penguasaan lahan oleh PT MUTU tidak berjalan wajar. Tercium aroma kuat praktik kecurangan dan manipulasi yang melibatkan sejumlah oknum lokal dan pejabat desa.


Bab 2: Dokumen Kunci dan Pernyataan Janggal


Pusat dari investigasi ini adalah dokumen pernyataan Desa Bintang Ara bertanggal 15 November 2024. Dokumen tersebut menyebutkan nama-nama warga yang tergabung dalam kelompok tani Harapan Jaya I, beserta dukungan dari aparat desa, termasuk Kepala Desa, perangkat desa, hingga Ketua BPD.


Namun, pada poin ketiga dalam pernyataan tersebut, secara eksplisit dinyatakan bahwa Kepala Desa berkomitmen membela segala kepentingan PT MUTU, bukan kepentingan masyarakat desa. Ini menjadi indikasi awal bahwa aparat desa mungkin tidak lagi netral, bahkan cenderung menjadi alat korporasi.


Bab 3: Kompensasi atau Ilusi Pemasukan Desa?


Pada poin 2 huruf b, disebutkan bahwa terdapat kompensasi senilai Rp 1.000/meter untuk lahan seluas 116,59 Ha, dengan nilai total mencapai Rp 1.161.900.000 (Rp 1,16 miliar). Dana ini diklaim sebagai alokasi bantuan dari kelompok Harapan Jaya I kepada Desa Bintang Ara. 


Namun hasil investigasi menemukan bahwa:

• Tidak ada bukti kuat dana ini masuk ke kas desa.

• Tidak ada transparansi penggunaan dana.

• Mekanisme penyaluran dan pencatatannya belum bisa diverifikasi legalitasnya.





Apakah ini sekadar formalitas dalam dokumen atau justru jalur gelap distribusi uang? Tim investigasi menyebutkan belum ada transparansi laporan pertanggungjawaban keuangan dari pemerintah desa kepada masyarakat.


Bab 4: Jaringan yang Rapi dan Terstruktur


Jejak investigasi mengarah ke dugaan keterlibatan oknum masyarakat, perangkat desa, dan jaringan eksternal lainnya yang diduga menjadi bagian dari skema mafia tanah. Skema ini ditengarai bekerja dengan cara:

• Mengatasnamakan kelompok tani untuk menyerahkan lahan ke perusahaan.

• Memanfaatkan posisi struktural di desa untuk melegitimasi penguasaan lahan.

• Menandatangani dokumen atas nama kelompok namun tidak melibatkan seluruh anggota secara adil.


Salah satu sumber menyebutkan bahwa penandatanganan dokumen hanya dilakukan oleh sebagian pihak, sementara warga lainnya hanya diberitahu setelahnya — praktik manipulatif dalam bungkus formalitas administratif.


Bab 5: Kejaksaan Mulai Bergerak


Dari laporan internal, diketahui bahwa beberapa petinggi dan staf PT MUTU telah mengundurkan diri secara bertahap sejak pertengahan 2024-2025. Langkah ini dinilai sebagai bentuk " Penolakan terhadap praktik internal yang dianggap bermasalah, upaya cuci tangan sebelum proses hukum berjalan, atau karena tekanan internal dan eksternal akibat ketidakwajaran dalam proyek-proyek lahan.


Ini menjadi bukti tak langsung bahwa di dalam tubuh perusahaan sendiri ada ketidaksepakatan terhadap cara kerja proyek ini.


Sementara itu, sumber dari penegak hukum menyebutkan bahwa Kejaksaan telah mengendus dugaan tindak pidana dalam proses peralihan dan penguasaan lahan tersebut. Penyidikan masih dalam tahap pendalaman dokumen dan pemanggilan saksi-saksi.


Bab 6: Refleksi dan Pertaruhan Masa Depan Desa


Jika benar aparat desa berpihak pada korporasi dan mengabaikan kepentingan masyarakat, maka kasus ini bukan hanya soal konflik agraria — tetapi cermin dari hancurnya etika pemerintahan lokal. PT MUTU bukan satu-satunya perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Tengah. Jika praktik ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi cetak biru praktik mafia tanah yang menular ke desa-desa lain.


Epilog: Menunggu Ketegasan Negara


Pertanyaan besar kini menggantung:  

Apakah hukum cukup kuat untuk menembus benteng antara kepentingan bisnis dan kekuasaan lokal?

Apakah masyarakat akan terus menjadi penonton dari drama perampasan hak yang terjadi secara sah di atas kertas, namun cacat secara moral dan hukum?


Tim Investigasi Info X Jurnalisme Data melaporkan; (*)